Creepypasta Indo Stories: Why I Didn’t Shower For 21 Years
Creepypasta Indonesia - Aku mengalami mimpi buruk terjebak di dalam tempat shower. Saluran pembuangan airnya tertutup dan air terus mengalir membasahi tubuhku. Air naik ke pergelangan kaki, pinggang, lalu menenggelamkan kepalaku. Tirai kamar mandi berubah menjadi kaca, dan teriakanku berubah menjadi gumaman tak jelas.
Bayangan gelap menekan wajahnya ke bagian kaca yang lain, memandangiku. Aku memohon agar dia melepaskanku, tapi aku tetap terjebak di sana. Tak bisa keluar. Aku menelan banyak air dan memukul lemah kaca yang bagaikan peti mati bagiku.
Kemudian, aku bangun tersedak.
Aku tahu dari mana mimpi buruk itu berasal - aku tidak pernah menggali lebih dalam- Kejadian itu selalu membayangi alam bawah sadarku.
Tidak ada akhir.
Pada musim panas di ulang tahunku yang ke-12, keluarga Hudson pindah ke seberang jalan. Ada tiga orang, salah satunya wanita yang sudah renta. Nenek itu memiliki tubuh yang kurus kering, lebih seperti tengkorak dibalut kulit. Rambut putih tipis yang sudah jarang, gaun biru dengan motif bunga -kepalanya menunduk ke bawah dan itu terlihat sedikit goyah saat pria itu mendorong kursi roda sang nenek untuk masuk ke dalam rumah. Waktu itu, aku tidak tahu apakah dia masih hidup atau sudah mati.
Beberapa menit kemudian, dia muncul di jendela lantai atas, duduk di kursi rodanya. Dia menghadap ke arah kamarku. Aku mengintip dari balik tirai. Kepalanya terangkat sekarang, nenek itu menatapku. Hanya sekedar menatap, tanpa menggerakkan kepalanya sedikit pun.
Aku langsung menutup tiraiku.
Selama berhari-hari, dia hanya duduk di depan jendela. Dia melihat kendaraan yang melintas di jalan pinggiran kota kami dan anak-anak tetangga yang berlarian di pekarangan mereka. Aku tidak pernah melihat ada orang lain di ruangan itu; tak pernah melihatnya bergerak dari kursi rodanya sendiri.
Di suatu malam, aku dengan gugup mengintip melalui celah tirai jendelaku. Siluetnya masih ada di balik jendela, lampu ruangannya mati tapi dia masih menatap ke arah kamarku yang gelap gulita. Aku tidak bisa mengungkapkannya, tapi aku tahu dia memperhatikanku.
Rumor tentang si nenek menyeruak dengan cepat di antara teman-temanku yang tinggal di lingkungan kami. Ada yang mengatakan, dia penyihir. Ada juga yang bilang, dia hanyalah boneka. Bahkan, ada yang bilang dia sebenarnya sudah mati.
Namun, aku tahu dia tidak mati. Benar, aku tidak pernah sekalipun melihatnya bergerak. Aku juga tidak pernah melihat kepalanya menoleh, tapi aku merasakan matanya bergerak saat dia mengawasiku. Aku bisa merasakan dia memperhatikanku selama ini. Saat aku sendirian di kamar saat tengah malam dengan tirai tertutup rapat, aku akan terbangun dan merasa merinding. Matanya tertuju padaku, aku tahu itu.
Aku mulai tidur di lantai. Semakin di bawah, semakin baik. Mungkin dia tidak bisa melihatku jika aku tidur di lantai.
Aku coba memberi tahu orang tuaku bahwa nenek tua di seberang jalan itu membuatku takut. Aku memohon kepada mereka untuk berbicara pada keluarga Hudson dan meminta mereka untuk memindahkan si nenek ke ruangan lain tanpa jendela. Mereka hanya tertawa dan menyuruhku untuk membiarkan nenek tadi menjalani masa senjanya dengan damai. Dia hanya melihat ke jalan, itu mungkin membuatnya merasa bahagia dan muda kembali, kata mereka.
“Apa kau akan memasukkan ku ke dalam ruangan tanpa jendela saat aku sudah tua?” ibuku tertawa. “Ingatkan aku untuk tinggal bersama adik perempuanmu, saat aku sudah tak bisa berjalan."
Seminggu kemudian, terjadi keributan di keluarga Hudsons. Aku melihat dari jendela kamarku. Pria itu berlari keluar rumah dan membuka pintu ganda mobilnya. Dia berlari kembali dalam, dan muncul kembali beberapa menit sambil mendorong sang nenek yang masih terduduk di kursi rodanya. Dia tampak lebih mengenaskan dari sebelumnya. Sang nenek mungkin memiliki berat lebih dari 70 pon. Kepalanya jatuh ke samping, bertumpu pada bahu kanannya. Tubuhnya menyandar lemas di kursi roda.
Akan tetapi, matanya tidak pernah meninggalkanku. Mengawasiku sepanjang waktu.
Pria itu mengangkatnya dan menempatkannya di dalam mobil. Dia melipat kursi roda dan memasukkannya ke dalam bagasi. Dia dengan cepat beralih ke belakang kemudi, istrinya duduk di kursi penumpang, dan pria itu lalu menginjak pedal gas.
Wanita tua itu masih menghadap ke arahku. Kepala si nenek terayun-ayun saat mobil itu berbalik arah di jalan masuk. Aku mengamati wajahnya yang tanpa ekspresi, tanpa emosi. Lidahnya sedikit menggantung di sisi kanan mulutnya. Tapi matanya masih tertuju padaku.
Mobil itu melaju cepat di jalanan, lalu menghilang.
Orang tuaku mendengar berita dari tetangga yang lain, bahwa sore itu kondisi sang nenek semakin parah dan keluarga Hudson telah membawanya ke daerah lain. Dia tidak akan kembali. Aku langsung pergi ke kamar dan melihat ke seberang jalan. Aku tersenyum. Jendela itu akhirnya kosong.
Keesokan harinya, keluarga Hudson belum kembali. Tidak ada tanda-tanda mobil mereka. Malam itu aku melihat keluar ke jendela wanita tua itu. Tak ada siapapun di sana, tidak ada kursi roda. Namun, lampu kamar tidurnya menyala. Aku memberi tahu ayah bahwa ku pikir itu hal yang aneh, dia hanya mengangkat bahu dan berkata, "pasti ada semacam pengatur waktu atau semacamnya."
Aku terbangun saat tengah malam, dengan gugup mengintip ke luar jendela. Lampu ruangan itu masih menyala. Tiba-tiba mati, aku langsung merunduk di bawah bingkai jendela. Aku perlahan-lahan bangkit dan melihat keluar, berimajinasi melihat bayangan tengkorak kecil. Aku memandangi ruangan tadi selama sepuluh menit, mengerjapkan dan menajamkan penglihatanku. Lampu dengan cepat berkedip-kedip, lalu mati.
Aku tidur di lantai lagi, mendekap bantalku erat-erat.
Di hari berikutnya, aku ada latihan baseball sampai larut malam. Ketika aku sampai di rumah, rumah kosong. Orang tuaku menonton pertandingan softball adikku. Aku segera menuju ke kamar mandi.
Tiga menit kemudian, entah kenapa aku merasa kedinginan. Uap panas keluar dari kamar mandi entah bagaimana, terasa tak masuk akal karena aku sudah menutup pintunya. Aku menyeka sampo di mataku, menoleh. Aku mendengar suara aneh yang akan menghantuiku selama bertahun-tahun: cincin logam dari tirai penutup bilik itu diseret melintasi tempat shower. Seseorang perlahan membuka tirai tadi
Sampo itu masuk ke mataku, rasanya begitu perih. Aku menyipitkan mataku untuk melihat sosok di balik tirai. Jari-jari panjang, pucat, dan kurus mencengkeram tirai yang terbuka perlahan. Secara naluriah, aku melangkah mundur dan tirai terbuka sepenuhnya.
Nenek renta itu berdiri di sana. Aku hanya menatapnya selama satu, mungkin dua detik, tetapi dia masih berdiri di tempat yang sama. Setelah bertahun-tahun berlalu, aku masih bisa membuatkan gambaran yang jelas dari momen mengerikan di depanku saat itu.
Rambut putih acak-acakan, matanya tampak gila, tulang-tulang menonjol keluar dari kulitnya yang sudah kendor, telanjang bulat. Kulit berjerawat, kutil di sekujur tubuhnya, payudara kurus yang tergantung sampai ke pinggang.
Dia tersenyum aneh. Aku bisa merasakan ubin kamar mandi menyentuh punggungku dan air panas menghujani wajahku. Di tangannya yang lain, wanita tua itu memegang pisau untuk membuka surat.
"August," gumamnya. “August, August, August.”
Aku melompat melewatinya, menabrak tubuh mungil nenek tadi hingga ia jatuh ke lantai kamar mandi. Aku berlari telanjang dan basah kuyup. Untungnya aku masih ingat kalau aku telanjang. Buru-buru aku mengambil celana pendek dari keranjang pakaian, membuat keranjang itu jatuh ke lantai. Aku berlari keluar rumah tanpa memakai alas kaki, menuju rumah temanku.
Ketika polisi tiba, mereka menemukan wanita tua itu, terkulai lemas di lantai kamar mandi. Air dari shower masih menyala. Semua polisi sangat baik padaku, mengagumi keberanianku. Aku memberi tahu mereka apa yang dia katakan - “August” - dan bertanya apakah mereka tahu apa yang dia maksud.
"Ini akan menjadi bulan agustus dalam beberapa hari," salah satu dari mereka mengangkat bahu. "Kau tidak akan pernah bisa memahami perkataan nenek tua dan gila ini, Nak."
Keluarga Hudson hanya pulang sekali untuk mengambil barang-barang mereka. Tanda "Rumah ini dijual" muncul dalam beberapa hari setelahnya. Ibuku bilang mereka merasa malu dengan tetangga atas kejadian yang terjadi kemarin. Rupanya mereka sudah membawa nenek itu - ibu dari si lelaki - ke panti jompo. Entah bagaimana, wanita itu berhasil melarikan diri dan naik bus kembali ke kota kami. Itu tak masuk akal bagiku - dia sangat tua, lemah, tidak berdaya. Dia hampir tidak bisa bergerak selama berminggu-minggu dia tinggal di rumah itu. Bagaimana dia bisa melakukan perjalanan ratusan kilometer sendirian?
Bagaimanapun, kamu bisa membayangkan apa yang terjadi padaku. Aku tidak pernah ber-shower selama 21 tahun. Aku tetap mandi, ya menurutku tak jauh berbeda - masih berada di bak mandi, dengan air panas dan sabun. Akan tetapi, kalau shower dengan tirai tertutup, air memenuhi lantai bak mandi dan uap panas yang memanjat dinding - kau akan tenggelam di dalam pikiran Anda sendiri saat mandi. Kau merasa aman. Selama beberapa menit, kamu akan sendirian dari hiruk-pikuk duniawi. Privasimu.
Namun, itulah yang membuat shower berbahaya - kau tertutup, rentan, telanjang.
Celahmu terbuka.
Aku menceritakannya dengan orang lain - orang tua saya, psikiater - tetapi sebenarnya aku mencoba mengubur jauh kejadian itu agar aku tak bisa mengingatnya lagi. Aku tak pernah membicarakannya lagi - hidup terus berjalan. Selain mandi, kehidupanku cukup normal.
Beberapa bulan yang lalu, sesuatu di dalam diriku memberikan tanda. Aku merasa harus memeriksa kembali kejadian itu, seperti ada suara di kepalaku yang menyuruhku melakukannya. Aku harus mengakhiri ini.
Suatu malam aku menghabiskan berjam-jam online, mencoba melacak informasi apa pun tentang keluarga Hudson dan wanita tua itu. Aku akhirnya menemukan apa yang ku cari. Berita kematian sang nenek. Dia sudah meninggal empat tahun lalu. Foto figura yang terpajang saat acara pemakamannya adalah foto hitam-putih saat dia masih muda, fotonya dan almarhum suaminya pada hari pernikahan mereka.
Namanya August.
Pria itu terlihat persis sepertiku.
Aku menutup browser dan menatap layar desktop komputerku selama sepuluh menit. Akhirnya semua jadi masuk akal, kenapa dia memanggilku August. Mengapa dia begitu terobsesi melihatku. Mungkin dia biasa menulis surat untuk suaminya, dan itulah mengapa dia memegangi pembuka surat malam itu.
Untuk sesaat, aku merasa sedikit lega. Segalanya selalu terasa lebih baik, jika masuk akal.
"Sayang, apa semuanya baik-baik saja?" Itu adalah istriku.
"Ya, kupikir begitu," jawabku.
Aku mandi dengan shower untuk pertama kali setelah bertahun-tahun malam itu. Aku bahkan tidak terkejut ketika tirai ditarik melintasi batang besu dan istriku ikut masuk. Dia memelukku di bawah air panas, satu pertanyaan yang tidak akan bisa lepas dari kepalaku:
Kenapa wanita muda di foto pernikahan itu terlihat persis seperti istriku?
.
.
.
Original Author: Red_Grin from Reddit
Penerjemah: Valent Z
Komentar
Posting Komentar